A. PENDAHULUAN
kromosom atau perubahan mendadak pada bentuk dan susunan dalam kromosm makhluk yang menghasilkan protein dan enzim yang bermodifikasi.
Hugo de Vries adalah orang pertama yang menggunakan isitilah mutasi. Istilah ini digunakan Hugo de Vries untuk mengemukakan adanya perubahan fenotipe yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat menurun. Setelah diseleidiki, perubahan tersebut terjadi karena penyimpangan dari kromosomnya
Morgan (1910) juga melakukan penelitian tentang mutasi dengan menggunakan lalat buah. Ia menemukan lalat buah jantan bermata putih diantara sejumlah besar lalat bermata merah. Sifat baru tersebut muncul karena perubahan struktur genetk, karena sifat baru diturunkan pada generasi berikutnya.
B. DAMPAK MUTASI BAGI KEHIDUPAN
1. Dampak negatif
Mutasi menyebabkan timbulnya beragam jenis penyakit berbahaya seperti sindrom, kanker.
2. Dampak positif
Walaupun mutasi bersifat merugikan tetapi dalam beberapa hal juga berguna bagi manusia, misalnya
a. Dapat meningkatkan hasil panen produksi pangan (gandum, tomat, kacang tanah, kelapa poliloidi).
b. Dapat meningkatkan hasil antibiotika
c. Dapat memeriksa proses biologi
d. Proses penting untuk evolusi dan variasi genetika
e. Dapat menambah keanekaragaman.
Dalam praktek kedokteran saat ini sebagian besar lebih difokuskan kepada “pengobatan setelah timbulnya penyakit”, sedangkan pendekatan farmakogenomik lebih ditekankan pada
“pencegahan sebelum munculnya suatu penyakit”. Dewasa ini berbagai gen yang bertanggungjawab terhadap munculnya penyakit telah dipetakan di dalam kromosom, dan beberapa mutasi gen yang menyebabkan berbagai kondisi penyakit sudah teridentifikasi.
Terbatasnya pengetahuan akan target obat yang ada pada saat ini sangat mempengaruhi industri farmasi dalam mengembangkan terapi baru. Sekitar 500-an jenis target obat telah dipublikasi untuk jenis obat yang telah dipasarkan (Drew,J. 1999; Drew,J. 2000). Pengetahuan yang lengkap akan gen dan protein manusia akan mempercepat penemuan obat yang sesuai dengan profil target yang diinginkan. Diperkirakan bahwa pola penemuan obat di masa mendatang akan dilakukan melalui penelitian yang berbasis genomik.Selama ini diperkirakan bahwa perbedaan dalam kapasitas metabolisme obat masing-masing individu disebabkan oleh perbedaan struktur gen tunggal (monogenic), dan efek farmakokinetik dari obat.
Adapun factor-farmakodinamik yang mempengaruhi aktifitas metabolisme obat, yaitu :
1. Sitokrom P450 yang merupakan enzim pereduksi.
2. Pembentukan metabolit yang dapat memberikan efek farmakologi yang lebih kompleks dibanding obat awalnya.
3. Lokasi atau tempat kerja dari metabolit yang dihasilkan.
4. Perbedaan antara profil farmakokinetik dan farmakodinamik dari metabolit aktif dan obat awal.
Perbedaan ini menyebabkan konsentrasi dan intensitas efek farmakologik metabolit dan obat awal sulit dibedakan. Efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh metabolitnya. Metabolit itu mempunyai peran penting sebagai obat oleh karena :
A. Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih rendah dibanding pro-drugnya.
B. Secara umum metabolit mengurangi variasi respon klinik dalam populasi yang disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu-individu atau oleh adanya penyakit tertentu.
Variasi antar individu dalam hal respon terhadap obat dan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan (adverse drug reactions, ADRs) merupakan masalah kesehatan yang besar. Adanya ADR ini merupakan penyebab terbesar ketidak-patuhan pasien terhadap pengobatan maupun kegagalan pengobatan, terutama pada penyakit-penyakit kronis. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini adalah faktor genetik. Karena itu, kemampuan untuk memahami kemungkinan penyebab variasi respon ini melalui studi farmakogenetik/genomik sangat perlu sebagai prediktor untuk meningkatkan respon terhadap obat, mencegah terjadinya ADR, yang pada gilirannya akan dapat mengurangi biaya kesehatan dan beban sosial akibat adanya ADR atau ketidakefektifan pengobatan. Di sisi lain, dibidang farmasi, informasi ini sangat penting untuk mengetahui obat-obat mana yang paling sesuai dikembangkan untuk profil farmakogenetik orang Indonesia.
Fakta awal bahwa faktor genetik memainkan peran dalam variasi respon terhadap obat didasarkan pada adanya perbedaan fenotip enzim pemetabolisme obat pada individu yang mengalami adverse drug reaction. Berkurangnya aktivitas enzim pemetabolisme fase II di hati ternyata berkorelasi signifikan dengan terjadinya toksisitas saraf obat TBC isoniazid pada beberapa orang yang mengalaminya (Evans dan Relling, 1999). Fakta lebih baru menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas enzim pemetabolisme fase II tersebut disebabkan karena adanya polimorfisme pada enzim N-acetyl transferase 2 (NAT2). Contoh lain adalah penyakit Lupus yang disebabkan karena prokainamid, yang ternyata dijumpai pada individu yang mengalami mutasi pada enzim sitokrom 450 subtipe CYP2D6. Contoh ini membuka tantangan di bidang farmakologi yang disebut farmakogenetik, yang berfokus pada pencarian faktor genetik yang bertanggung-jawab terhadap variabilitas respon individu terhadap obat.
Polimorfisme pada gen yang mengkode protein yang terlibat dalam proses abosrpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, maupun terhadap respon terhadap obat, sangat berpengaruh signifikan respon in vivo suatu individu terhadap obat. Namun demikian, hingga saat ini belum ada publikasi mengenai peta polimorfisme genetik pada orang asli Indonesia terkait dengan berbagai gen yang mungkin terlibat dalam respon obat. Untuk itu sangat perlu kiranya dilakukan pemetaan polimorfisme genetik pada penduduk asli Indonesia, apalagi Indonesia sangat kaya dengan suku bangsa, yang sangat memungkinkan terdapatnya variasi genetik yang luas.
Glutation S-transferase (GST) merupakan kelompok enzim sitosolik multifungsi yang berperan penting dalam detoksifikasi senyawa elektrofilik melalui konjugasi dengan glutation (GSH). Aktivitas GST dapat dipacu oleh beberapa jenis senyawa baik senyawa endogen maupun senyawa eksogen.
Glutation S-transferase adalah keluarga enzim multifungsi kompleks yang berperan pada detoksifikasi senyawa elektrofilik xenobiotik (Griscelli dkk., 2004). Konjugat glutation kemudian ditransport ke ginjal untuk diekskresikan melalui urin sebagai asam merkapturat (Josephy, 1997). GST terdapat pada fraksi sitosol kebanyakan sel dan organ tubuh seperti hati, ginjal, paru, dan usus halus (Commandeur dkk., 1995). Pada mamalia, GST dalam sitosol dikelompokkan dalam enam kelas, yaitu: alpha, mu, pi, sigma, theta, dan zeta. GST kelas kappa juga ditemukan terikat pada membran dalam bentuk isoenzim dan di mitokondria (Hsieh dkk., 1999). GST kelas pi banyak ditemukan pada ginjal tikus (Hayes dan Pulford, 1995). Substrat umum untuk GST adalah 1-kloro-2,4-dinitrobenzen (CDNB). GST kelas alpha memiliki aktivitas terhadap kumen hidroperoksida. Substrat spesifik untuk GST kelas mu adalah 1,2-dikloro-4-nitrobenzen (DCNB). Asam etakrinat ([2,3-dikloro-4-(2-metilenbutiril)-fenoksi] asam asetat) merupakan substrat spesifik untuk GST kelas pi (Mannervik dan Danielson, 1988).
Pada penyakit kanker sering menunjukkan aktivitas GST berlebihan sehingga terapi kanker dengan obat sitostatik, yang bersifat elektrofilik, umumnya akan mengalami resistensi karena sebagian besar obat sitostatik justru dimetabolisme melalui konjugasi dengan GSH yang dikatalisis oleh GST. Sebagai akibatnya terjadilah penurunan efektivitas obat sitostatik tersebut. Namun demikian, bila obat sitostatik tersebut diberikan bersama obat lain yang bersifat sebagai inhibitor GST yang selektif, maka efektivitas obat sitostatik tersebut akan meningkat.sedangkan dari hasil penelitian Yuniarti, N. dkk.(2005) dapat disimpulkan bahwa aspirin tidak menghambat aktivitas enzim glutation S-transferases kelas pi ginjal tikus.
Berikut ini adalah daftar glutathione S-transferases manusia: Kelas dan anggotanya
Alfa GSTA1, GSTA2, GSTA3, GSTA4, GSTA5
kappa GSTK1
mu GSTM1, GSTM1L, GSTM2, GSTM3, GSTM4, GSTM5
omega GSTO1, GSTO2
pi GSTP1
theta GSTT1, GSTT2
microsomal MGST1, MGST2, MGST3
MERANCANG JENIS KELAMIN BAYI
Berbagai riset dan metode yang telah terbukti keakuratannya dapat menjadi masukan bagi yang ingin mempraktekkannya.
1. Inseminasi.
memisahkan kromosom X dan Y. Tingkat keberhasilannya 76%. Metode ini harus dilakukan oleh dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang ahli inseminasi (in vitro fertilization/IVF). Anda bisa mengunjungi klinik khusus atau rumah sakit yang melayani pembuahan IVF dan bayi tabung.
2. Teori asam-basa.
Untuk mendapatkan anak lelaki dilakukan hubungan suami istri pada masa kesuburan perempuan, karena kromosom Y suka dengan suasana vagina yang basa. Sedangkan untuk mendapatkan anak wanita, hubungan suami istri dilakukan 2 hari sebelum masa subur wanita karena kromosom X sangat suka dengan suasana asam di vagina.
3. Teori "siapa yang paling dulu mencapai orgasme/puncak"
Jika ingin mendapatkan anak perempuan, maka diharapkan suami lebih dulu ejakulasi. Sedangkan untuk mendapatkan anak wanita, istri lebih dulu mencapai orgasme, sehingga vagina dalam keadaan basa.
PROTEIN KANAL NATRIUM
Kanal ion merupakan protein membran yang terdapat pada lapisan lipid membran sel yang tersusun dari beberapa sub-unit protein membentuk suatu pori–pori. Kanal ion merupakan tempat bagi ion-ion tubuh untuk melakukan transport pada membran sel, molekul kecil yang tidak dapat menembus lapisan lipid ganda dapat menembus membran sel dengan mudah melalui kanal protein. Semakin besar ukuran molekul, kemampuan penetrasinya menurun secara cepat. Kanal ion dapat berfungsi sebagai transport ion, pengaturan potensial listrik melintasi membran sel dan sinyal sel.
Berdasarkan cara teraktivasinya, maka kanal ion dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kanal ion teraktivasi voltase (voltage-gated channels)
Kanal ini berespon terhadap perubahan potensial membran, contoh : kanal ion Na dan K pada sel syaraf, dan kanal Ca pada sel saraf
2. Kanal ion teraktivasi ligan (ligand-gated channel) Berespon terhadap ligan yang berada pada daerah ekstrasel, contoh : reseptor asetilkolin nikotinik
3. Kanal ion teraktivasi molekul intraseluler,
Berespon terhadap senyawa intraseluler, contoh : Ca++ dan cAMP
4. Kanal ion teraktivasi oleh kekuatan mekanik (stretch-activated channel)
Berespon terhadap kekuatan mekanik yang timbul dari peregangan/pengerutan lokal membran sekitar kanal ion.
5. Kanal ion terhubung Protein G
Kanal ion teraktivasi jika protein G teraktivasi, contoh : reseptor asetilkolin muskarinik
Terdapat empat macam kanal ion, yaitu Kanal Natrium, Kanal Kalsium, Kanal Klorida, dan kanal Kalium. Kanal Natrium merupakan protein integral membran yang membentuk kanal ion yang menyalurkan ion natrium ke dalam membran plasma sel. Kanal natrium banyak terdapat pada sel saraf dan sel otot. Struktur kanal natrium terdiri dari subunit-α dan subunit-β. Pada saat subunit –α diekspresikan oleh sel, subunit-α dapat membentuk kanal yang menyalurkan ion natrium lewat gerbang voltase. Subunit-α mempunyai empat domain yang diulang, diberi nama I - IV dan masing-masing domain terdiri dari enam segmen atau heliks transmembran dan diberi nama S1 – S6. Daerah S4 bertindak sebagai sensor voltase kanal natrium.
Kanal natrium mempunyai gerbang untuk pengaturan permeabilitas saluran. pembukaan dan penutupan gerbang terjadi pada bagian luar saluran dari membran sel. Pembukaan dan penutupan gerbang diatur dalam dua cara, yaitu :
1. Voltase gerbang.
Pada saat terdapat muatan negatif kuat pada bagian dalam membran sel, gerbang natrium di bagian luar akan tertutup rapat, sebaliknya bila bagian dalam membran kehilangan muatan negatifnya, gerbang ini akan akan terbuka secara tiba-tiba sehingga memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir masuk melalui pori-pori natrium.
2. Gerbang kimiawi.
Gerbang saluran protein akan terbuka karena mengikat molekul lain dengan protein, hal ini akan menyebabkan perubahan pada molekul protein sehingga gerbang akan terbuka atau tertutup. Contohnya efek saluran asetilkolin.
Kanal natrium bertanggung jawab untuk meneruskan potensial aksi/impuls saraf. Potensial aksi dimulai pada saat serabut saraf terstimulasi, maka gerbang natrium akan terbuka. Ion Natrium yang bermuatan positif bergerak ke dalam sel, mengubah potensial istirahat (polarisasi) menjadi potensial aksi (depolarisasi). Potensial aksi menjalar di sepanjang serabut saraf dengan kecepatan dan amplitudo yang tetap. Arus listrik lokal menyebar ke area membran yang berdekatan. Hal ini menyebabkan banyaknya gerbang natrium yang terbuka dan mengakibatkan gelombang depolarisasi menjalar di sepanjang saraf. Dengan cara ini, sinyal atau impuls saraf ditransmisi dari satu sisi dalam sistem saraf ke sisi lain. Salah satu kelainan pada kanal natrium adalah Sindrom Brugada. Sindrom Brugada adalah suatu jenis abnormalitas elektrik jantung bawaan yang secara tragis dapat merenggut nyawa laki-laki usia sekitar 30 saat terlelap tidur. penderita Sindrom Brugada sebelumnya sehat-sehat saja bahkan faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner mungkin tidak ditemukan dan struktur jantungnya juga normal.
Kelainan ini sebenarnya dapat terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG). Abnomalitas irama jantung sindrom Brugada adalah adanya blok berkas jantung kanan (Right Bunddle Branch Block, RBBB) dengan elevasi segmen ST di sandapan jantung kanan yang kadang tidak kentara. Sebelumnya, abnormalitas ini kurang begitu dipedulikan para dokter karena penderita sehat dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, pada tahun 1992 mendeteksi adanya keterkaitan abnormalitas EKG tersebut. Mereka menemukan adanya kematian dan serangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas pada delapan pasien dengan struktur jantung yang normal. Defek genetik yang bertanggung jawab terhadap disfungsi elektrik jantung pada sindrom ini pertama kali didentifikasi tahun 1998. Hal yang belum terjawab adalah mengapa sindrom letal ini lebih banyak terjadi di kawasan Asia Tenggara dan lebih sering menyerang laki-laki dibandingkan dengan perempuan (8:1). Yang juga masih menjadi pertanyaan adalah walaupun sindrom Brugada mungkin saja terdapat pada berbagai lapisan usia, mengapa serangan kebanyakan terjadi di puncak kehidupan, yaitu pada usia dewasa muda? Akhirnya misteri kematian mendadak saat tidur itu mulai terkuak ketika Brugada bersaudara melaporkan hasil pengamatan mereka di Journal of the American College of Cardiology, 1992. Sindrom Brugada terjadi bila terdapat defek gen yang mengkode kanal natrium, yaitu gen SCN5A pada kromosom 3. Mutasi pada gen yang diturunkan ini menyebabkan pembukaan kanal ion terjadi lebih cepat dan berlangsung lebih lama. Keadaan ini dapat memicu timbulnya suatu aritmia ganas yang disebut fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel adalah kekacauan aktivitas elektrik di bilik jantung yang merupakan mesin pompa darah utama. Akibatnya otot-otot jantung berdenyut tidak karuan sehingga darah tak dapat terpompa ke seluruh tubuh termasuk otak. Bila situasi ini tak dikoreksi segera dengan alat kejut jantung (defibrilator), maka korban akan cedera otak karena kekurangan oksigen dan akhirnya dapat berakibat kematian. Sering kali fibrilasi ventrikel pada sindrom ini tercetus saat jantung dalam dominasi pengaruh saraf vagal, misalnya saat tidur.